Rabu, 23 April 2014

Puzzle - Saat Hati Dirangkai (1)

Tittle: Puzzle – Saat Hati Dirangkai
Author: Nurul Fauziah / @ziziphong
Genre: Fiksi
##
*Jangan salahkan waktu saat kita bertemu.
Bukan hanya kamu yang tak menginginkan kita kembali, akupun juga.
Hanya saja, semakin waktu berjalan, semakin juga aku mencintaimu kembali.
Datanglah apabila datang, pergilah apabila kamu lelah.
Tetapi jangan datang untuk pergi kembali, atau pergi untuk datang kembali.
Aku mencintaimu masa laluku.*
Seorang gadis tengah duduk di balkon kamarnya di lantai dua, ia sedang asik menatap langit yang menaburkan bintang-bintang. Bukan hal baru apabila ia menikmati malam seperti ini meskipun udara dingin menerpa tubuh mungilnya yang berbalut pakaian tidur. Udara dingin itu tak membuatnya ingin segera beranjak ke tempat tidur yang sudah pasti lebih hangat didalam kamarnya. Dia masih ingin menikmati malam hingga bintang-bintang yang ia lihat menghilang, jika ia bisa.
  “Aku tau, akan ada hari dimana aku dan kamu menjadi kita. Tetapi entah di masa apa..” Ucapnya lirih.
Tok!Tok!  
Suara pintu membuatnya tersadar dari ucapan demi ucapan yang dia rangkai dan ia resapi sendiri, “Iya, masuk aja..” Ia sedikit berteriak tanpa ada niat untuk beranjak meninggalkan keindahan langit malam ini.
  “Kok belom tidur, kak?” Tanya seorang laki-laki bertumbuh sedikit lebih tinggi dari sang pemilik kamar. Ia berjalan masuk dan duduk di karpet kamar gadis itu.
Gadis itu menengok, “Belom. Kenapa?” Gadis itu balik bertanya dan melangkah memasuki kamarnya dan duduk di tempat tidurnya sambil menyingkirkan ponselnya yang tergeletak sedari tadi ke meja kecil di samping tempat tidurnya.
  “Gakpapa, Cuma pengen ke sini aja”
  “Rey..”
Yang di panggil mendongakkan kepalanya, “Ya?”
  “Menurut lo, gue harus gimana?” Tanya gadis itu tanpa memandang laki-laki yang sekarang berada dihadapannya. Gadis itu tau bahwa laki-laki yang ada dihadapannya tau kemana topik yang diarahkan gadis itu.
Laki-laki yang dipanggil Rey menghela nafas, “Mau sampai kapan?” Bukannya menjawab, laki-laki itu malah balik bertanya.
Gadis pemilik kamar itu menggeleng, “Kenapa ya?” Ia bertanya lagi pada laki-laki itu lagi.
  Rey tersenyum, “Semua udah ada yang atur, kak.” Jawabnya pada sang pemilik kamar yang tak lain tak bukan adalah kakak perempuannya.
Suasana hening. Kakak-beradik itu tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Tanpa diberitahu, Rey sudah tau apa  yang menyebabkan kakak perempuannya itu melamun pada malam hari seperti ini. Vera, gadis pemilik kamar yang sekarang sedang disinggahi Rey adalah gadis yang sedang merasakan yang namanya dilema, antara melanjutkan semua yang sudah berakhir atau mengakhiri yang sudah berakhir. Vera memang bukan kakak Rey satu-satunya, Rey anak paling bungsu, mempunya tiga kakak. Kakak pertama dan keduanya adalah kembar dan Vera adalah anak ketiga.
  “Kalian ngapain?”Tanya seseorang sambil bersender di pintu kamar Vera sambil membawa segelas air putih. Tubuhnya langsing bak seorang model, rambutnya pendek model bob dan mempunyai wajah yang cantik serta lesung pipi yang membuatnya tampak manis apabila tersenyum.
Vera dan Rey tersentak mendengar suara dari orang di pintu kamar Vera, membuat orang yang sedang bersender di pintu kamar Vera mengernyitkan dahi.
  “Kenapa sih kalian?” Orang itu bertanya sambil memasuki kamar Vera dan duduk di tempat tidur Vera.
  “Biasa, kak. Kak Vera galau-galau unyu gitu” Ucap Rey sambil memasang muka sok unyu, kedua tangannya ditopangkan pada dagu dan bibirnya di manyun kan.
Vera melotot pada Rey yang mulutnya udah kayak ember bocor, “Nggak, kak! Bohong, Rey tuh yang galau” Ucap Vera.
  “Yaelah, hari gini masih pada galau?Sama!” Ucap orang yang dipanggil Kak oleh Rey dan Vera tadi.
  “Jadi Kak Ria juga galau?Ya ampun kenapa sih cewek-cewek itu pada hobi galau? Kenapa? Kenapa Tuhan?!” Ucap Rey sok dramatis dan menyebabkan sebuah bantal mendarat diwajahnya.
  “Aduh!”Ia meringis kesakitan dan melihat dari mana arah bantal itu berasal. Ternyata yang melempar adalah sesosok laki-laki yang merasa tidurnya terganggu karena celotehan di kamar Vera.
  “Berisik amat sih kalian! Nggosip malem-malem, ati-ati gak tidur tenang ntar kalian” Ucap laki-laki itu dan ikut mengisi ruang kamar Vera.
  “Sapa juga yang nggosip,Sat” Ucap Ria saat laki-laki itu duduk dikursi belajar Vera.
  “Terus ngapain malem-malem gini ngumpul di sini? Elu lagi Rey, inget lo tuh cowok mana jati diri lo sebagai cowok. Jangan bikin gue sebagai kakak cowok lu jadi malu karena lo udah berubah jadi cewek yang hobi banget nggosip”Cerocos Satria tanpa henti. Bagi dia, Rey adalah sesosok adik yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan Vera sudah pasti menjadi tanggung jawab Ria.
  “Yaelah, Kak. Gue masih cowok kalik dan sekalipun gue berubah jadi bencong pun pasti temen-temen cewek gue disekolah masih ngejar-ngejar gue. Secara cowok paling ganteng seantero SMA Perdana itu gue.” Rey mulai mengeluarkan kenarsisannya. Rey memang cowok yang oke punya. Dia punya tubuh jangkung, tegap dan berkharisma. Sayangnya walau dia tampak seperti pangeran tetap saja dia belum mempunyai gandengan yang menurutnya pas untuk menyamakan langkah kakinya.
Satria menoyor kepala Rey, “Sadar, woy! Sebelum lo masuk di SMA Perdana, gue juga kayak lo. Lo tu cuma jiplakan gue versi baru. Not bad sih tapi tetep kece gue”
  “Issh..”Ria mendesis mendengar kembarannya –Satria- mulai menceritakan masa-masa SMA mereka. Ya, Satria dan Ria memang kembar dan selalu satu sekolah. Ria masih ingat gimana temen-temen ceweknya mendekati dia hanya untuk sekedar berkenalan dengan Satria.
“Ngapa lo? Sirik ye?” Tanya Satria
“Kalok gue sirik nape? Itu juga yang sekarang jadi pacar lo itu sahabat gue kalik. Inget siapa yang ngejar, sahabat gue apa lo. Sok kegantengan lo!” Protes Ria
Vera terkekeh melihat keributan kedua kakaknya dan adiknya, suasana kamar semperti ini memang kerap terjadi. Ntah dikamar Vera, Ria atau kamar Satria dan Rey.
  “Apa lo, Ver ketawa-tawa. Jomblo aja ketawa-tawa”
“Ehem..” Rey berdehem, protes mengingatkan Satria bahwa diruangan itu bukan hanya Vera yang jomblo.
  “Tuhkan apa gue bilang, dari anak ayah sama bunda cuma gue yang paling laris, habis itu baru Ria. Kalian berdua tu..”Satria berhenti bicara sembari memikirkan kalimat yang akan ia ucapkan, “udah di takdirin jomblo” Lanjutnya.
  “Sialan lo kak!” Vera melempar bantal ke arah Satria. Satria hanya terkekeh melihat ekspresi Vera dan Rey yang memandangnya dengan wajah killer.
“Terus kalian ngapain pada ngumpul di sini kalok gak ngomongin orang alias nggosip? Ngaku aja deh” Ucap Satria.
 “Ada yang galau, Sat. Biasa kayaknya lagi kena cinta monyet gitu” Ucap Ria sambil melirik kearah kedua adiknya. Rey tampak santai sedangkan Vera agak terlihat canggung dilirik kakak perempuannya seperti itu. Pasalnya, dia hanya biasa curhat dengan Rey dibanding kedua kakaknya.
Satria mengernyitkan dahi, ikut melirik ke arah adik-adiknya, “Emang pada galau kenapa, sih? Kalok Rey mah gak usah ditanya, pasti gak jauh jauh dari si Sinta anak kelas lo itukan, dek?” Tanya Satria memastikan bahwa benar nama yang ia sebut itu satu kelas dengan Rey.
  “Iya, Sinta yang hatinya kayak malaikat banget. Tapi kenapa harus galau gara-gara malaikat sebaik Sinta. Sinta mah gak mungkin php-in aku.”
Satria memutar bola matanya, berarti Vera , batinnya.
  “Jadi elo Ver yang galau?” Tanya Satria pada akhirnya.
Vera masih bingung menanggapi pertanyaan Satria, “Gak galau sih, kak. Biasa aja sebenernya. Kak Vera sama Rey aja yang lebe” Vera menanggapi dengan datar.
  “Lhoh! Kok aku di bilang lebay sih, Rey tuh yang ceritanya heboh. Ya akukan gak tau kalok kamu gak galau, Ver” Ria memprotes adik perempuannya dan menyalahkan adik laki-laki nya.
  “Eh..kok..kok aku sih?” Rey ikut tak mau disalahkan. Ia melihat Vera yang sedang memberi kode dengan matanya yang artinya please, gak usah cerita ke mereka.
 Rey menghela nafas, “Iyadeh aku ngaku. Bukan Kak Vera yang galau, aku yang galau..”
Satria langsung membenarkan duduknya, yang tadinya disamping Rey menjadi tepat didepan Rey. Menutupi pandangan Ria dan membuat Ria memukul kepala Satria dengan bantal, “Pala lo minggir!”
Rey mulai bercerita, menceritakan sesuatu yang sebenarnya enggak pernah terjadi di masalah percintaanya. Tokoh yang ia ceritakan juga tentang ia dan Sinta, idaman hati dikelasnya.
  “Gitu kak,ceritanya..”Ucap Rey mengakhiri ceritanya.
Ria manggut-manggut, “Jadi lo galau karena banyak saingannya ya, Rey?” Tanya Ria.
 Rey mengangguk, “Yoi, kak”
  “Tapi kok lo keliatan seneng sih punya saingan. Malah gak keliatan kalok lo galau” Timpal Satria.
  “Seneng? Aku emang seneng kak punya saingan, berartikan aku gak salah pilih Sinta. Tapi aku galaunya karena sikap Sinta yang baik itu, kan jadi susah bedain mana baik karena suka sama mana baik yang cuma sekedar pengen temenan.” Curhat Rey seakan benar-benar mengalami hal itu. Padahal sudah jelas Sinta lebih perhatian padanya, bahkan pernah ada teman Sinta yang bilang, jika Sinta juga naksir Rey.
  “Coba deh lo pura-pura jual mahal. Coba beberapa hari lo gak perhatiin dia, kalok dia tetep perhatiin lo..Fix! Dia mungkin ada hati sama lo!” Saran Ria.
Satria berdecak, “Ck..basi amat sih cara lo Ri. Gini, lo langsung tembak aja dia. Urusan diterima atau gak itu urusan belakangan. Toh kan lo bilang banyak yang naksir lo, tinggal pilih satu cewek aja buat pelarian” Saran dari Satria meluncur tanpa memikirkan bahwa ada dua makhluk bernama perempuan di kamar itu.
  “Jahat banget sih lo, kak! Pikirin perasaan cewek kalik. Masak iya jadiin pelarian. Anak orangg tuh, ntar kalok gak mau sekolah gimana? Kalok ngadu ke ayah ibunya gimana?” Vera nyerocos mengomentari saran Satria.
  “Iya, pikir dong, Sat. Masih satu SMA tuh. Ntar kalok labil terus bunuh diri kan keluarga kita juga ikut repot” Ria bergidik ngeri membayangkannya.
Satria menghela nafas, “Huuuf...Ya ampun Tuhan kenapa kau memberi hamba saudara perempuan dengan tingkat ke-lebay-an diatas rata-rata begini. Hamba gak sanggup,Tuhan.”Ucap Satria sambil mengadahkan tangan.
Rey terkekeh, “Ini kenapa jadi pada lebay semua, sih. Aku yang ngalamin aja biasa aja kok kalian malah kayak gini” Ucap Rey heran.
Perbincangan dilanjutkan dengan saran-saran romantis ala Ria dan saran-saran ngeri ala Satria. Kedua saudara kembar itu memang punya cara sendiri dalam memberi petuah pada Rey ataupun Vera. Tetapi saran-saran itu hanyalah kedok agar adik-adiknya tidak terlalu memikirkan masalah yang mereka hadapi. Bukan berarti membiarkan masalah itu hadir tapi agar berpikir bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya.
  “Udah nih, gak galau-galau lagikan sekarang? Udah yok balik kamar masing-masing. Kasian Vera tuh udah kelas tiga bentar lagi ujian pasti udah capek banget mikir” Ucap Ria sambil mengambilkan bantal yang dilempar Vera tadi. Satria sudah keluar duluan sambil membawa gelas yang di bawa Ria tadi. Ria membuka pintu kamarnya yang tepat berada di depan kamar Vera dan menutupnya.
  “Dah ya, Kak. Semuanya bakal baik-baik aja. Aku ke kamar ya. Good night kak Vera sayang” Ucap Rey manis sambil menutup pintu kamar Vera.
Keadaan kamar Vera menjadi sunyi lagi sepeninggal kakak dan adiknya. Ia berjalan menutup pintu balkon dan menutup gordennya. Ia membaringkan badan pada kasur empuknya, dia mencoba memejamkan matanya walaupun masih terasa sulit.
  “Selamat malam, sampai bertemu” Ucap Vera dan terlelap dalam tidurnya.
--
   “Hey, namaku Verania Allyska. Kamu bisa panggil aku, Vera.” Vera mengulurkan tangan pada anak lelaki yang baru saja duduk di kursi sampingnya.
Anak laki-laki itu menoleh kearah Vera, tepatnya melihat uluran tangan Vera, “Radit” Ucap anak laki-laki itu tanpa menjabat tangan Vera.
Vera menarik pelan uluran tangannya, sombong banget, pikirnya.
  “Radit, selamat datang di SMP Mahakarya semoga kamu betah dan dapat menyesuaikan diri dengan teman-temanmu ya” Ucap Pak Pram, Wali kelas Vera sekaligus guru biologi.
Anak baru itu, yang duduk disamping Vera yang bernama Radit hanya mengangguk dengan senyum yang dibuat nampak seperti senyum bahagia.
  Pak Pram lalu keluar dari kelas, kebetulan kelas Vera sedang kosong. Bu Hana yang seharusnya mengajar berhalangan hadir karena semalam anaknya masuk rumah sakit. Alhasil membuat kelas Vera menjadi gaduh, beberapa anak-anak sudah keluar kelas, sebagian anak cewek menggerombol sambil membaca majalah yang dibawa salah satu dari mereka, dan yang lainnya menuju tempat duduk Vera. Bukan, bukan tempat duduk Vera tetapi Radit.
  “Hai, bro. Salam kenal yeeh” Ucap salah satu anak laki-laki sambil membentuk tangannya menjadi metal.
  “Apaan sih, Rik. Hai aku Marsya, kamu bisa panggil aku Shasa. Kalok ini namanya Riko. Dia emang agak gila” Gadis berkucir kuda memperkenalkan dirinya dan anak laki-laki yang menyapa Radit tadi.
Riko mendesis, “Ish..Gue gak gila. Lo tuh  cewek centil! Dit, lo jangan sampek jatuh cinta sama Shasa ya. Dia playgirl”Riko balik ‘memperkenalkan’ Shasa.
Shasa memukul bahu Riko dengan penggaris yang dibawanya, “Enak aja! Lo tuh yang playboy”  Ucap Shasa.
Radit hanya menatap calon teman sekelasnya itu dengan tatapan datar. Dia benar-benar tak punya minat bersekolah ditempat ini, sekalipun memang sekolah ini sepertinya lebih elite daripada sekolah lamanya.
 Vera berdiri dari tempat duduknya, lalu pergi keluar kelas. Ia merasa risih melihat tingkah laku Riko dan Shasa yang memang sudah di cap cowok dan cewek paling bawel di kelas. Vera memilih pergi ke UKS dan membaca novel yang ia bawa dari rumah.
  “Jadi lo pindahan dari SMP mana, Dit?” Riko bertanya pada Radit setelah Shasa akhirnya pergi dari mereka.
  “Abadi” Ucap Radit datar. Membuat Riko mengernyitkan dahinya.
  “UKS disebelah mana ya?” Tanya Radit tiba-tiba
Riko baru saja akan menawarkan mengantar tetapi ia merasa Radit sedang tidak ingin di ganggu, “Keluar kelas, ke kiri ikutin aja koridor nanti ada belokan ke kiri.” Jelas Riko.
Radit berterimakasih lalu keluar dari kelas, “Bisa gila gue lama-lama sekolah disini. Anaknya aneh semua. Abnormal! Gila!” Radit ngedumel selama perjalanannya menuju UKS.
  Pintu UKS itu sedikit terbuka, Radit membukanya perlahan. Ada seseorang didalamnya, “Radit?” Ucap orang itu membuat Radit mengurungkan niatnya untuk masuk dan menutup pintu. Tetapi orang itu lebih cepat untuk menahan pintu UKS tertutup.
  “Kamu sakit?” Orang itu bertanya namun seakan bertanya kamu bisa sakit?
Radit menggeleng dan segera beranjak dari hadapan Vera, “Terus ngapain?” Vera menarik lengan Radit dan membuat Radit tetap berada dihadapannya.
Radit merutuki hari pertamanya masuk di SMP  Mahakarya dan harus bertemu makhluk aneh di SMP ini termasuk Vera, “Lepasin, Ver” Radit menarik tangannya yang dicengkram Vera.
  “Bukan urusanmu jugakan aku mau ngapain.”
Vera tercengang. Bukan, bukan karena Radit bicara seperti itu, tapi lebih ke Radit mengetahui bahwa namanya adalah Vera. Berarti perkenalan di kelas tadi tidak sia-sia bagi Vera. Mimik muka Vera berubah, “Ya bukan sih..” Ucap Vera.
  “Yaudah. Toh, ngapain juga kamu di UKS baca novel. Kalok ada yang sakit gimana? Baca kok di UKS. Emang di sekolah ini gak ada yang namanya perpustakaan..” Radit mulai merendahkan sekolah barunya tersebut.
Vera mengernyitkan dahi, ia bingung kenapa Radit terlihat tak nyaman bersekolah di sini, “Aku kasih tau ya, Radit. Sekolah ini punya perpus dan alasan kenapa aku nggak baca di perpus adalah karena perpus lagi di pake sama anak kelas lain buat pembelajaran. Terus kalok ada yang sakit aku tinggal pergi aja, simpel kan. Lagipula kalau kamu yang sakit, kamu gak akan masuk UKS ini” Vera menjelaskan dengan enteng.
Radit lalu mengernyitkan dahinya, “Kenapa? Inikan UKS dan emang tempat orang sakit. Kenapa aku gak boleh disini kalok emang aku sakit?” Radit bertanya seolah-olah dia harus benar berada disini sekarang, dengan atau tidak dengan alasan sakit.
“Tuh liat!” Vera mengacungkan jari telunjuknya mengarah ke atas, ke sebuah papan yang berada diatas Radit, “Ini UKS cewek” Ucapnya datar.
Bodohnya kamu, Dit. Radit mengumpat dalam hati.
  “Oh..” Radit menanggapi dengan ekspresi tak kalah datar seakan dirinya tak melakukan kesalahan apapun.
 Vera berkacak pinggang, “Jadi aku beritahu ya, Radit. Sekolah ini UKS cewek dan cowoknya dipisah. UKS cowok ada dibelakang ruang UKS cewek. So, kamu gak bisa masuk UKS ini kecuali kamu menobatkan diri menjadi cewek” Vera mengucapkan semua kalimatnya membelakangi Radit, ia sedikit terkekeh karena ia tau Radit pasti malu sekali.
Teeeett..Teeeet!
Vera membalikkan badannya dan masih mendapati Radit masih dibelakangnya, ia berjalan mendekati Radit, “Minggir aku mau istirahat..” Vera keluar dari UKS dan sedikit menyenggol lengan Radit, “Makanya jangan sok tau.” Ucap Vera lirih tepat di telinga Radit.
Radit masih terpaku di depan ruang UKS, tangannya mengepal, “Tunggu pembalasan gue, Ver” Ucapnya pada dirinya sendiri lalu meninggalkan tempat itu.
--
Vera bangun dari tidurnya, lagi-lagi ia memimpikan masa lalunya bersama Radit. Orang yang sudah hampir empat tahun mengisi celah di hatinya. Radit, yang waktu itu adalah siswa baru kelas dua SMP Mahakarya yang sekaligus menjadi teman bangku Vera selama kelas dua. Mantan kekasih Vera setelah menjalani hubungan selama hampir dua tahun.
  “Kak Ver..” Seseorang dari luar yang tak lain adalah Rey mengetuk pintu kamar Vera.
  “Ya, Rey. Aku udah bangun” Vera menyahut dari balik kamar. Setelah itu terdengar suara langkah kaki menjauh dari kamar Vera.
Vera menghela nafas berat. Ia turun dari tempat tidur dan merapikannya. Langkahnya terseok menuju kamar mandi yang berada di pojok ruangan kamarnya. Kamar Vera cukup besar. Awalnya kamar itu untuk Ria yang sudah menyandang status mahasisiwi tapi Vera merasa kamar dengan kamar mandi itu terlihat sempit.
Air shower yang diatur Vera hangat membasahi tubuhnya. Seakan-akan rasa lelah ikut mengalir kebawah bersama sabun yang dipakai Vera. Vera mengambil shampo dan memakaikannya pada rambut sebahu berwarna sedikit kecoklatan miliknya.
Vera mengambil hairdryer miliknya dan mulai mengeringkan rambutnya. Seragam putih abu-abu sudah rapi dipakainya. Selesai mengeringkan rambut ia menyisir dan menguncir kuda rambut miliknya dan menyisakan bagian depan untuk poni. Dia melihat pantulan dirinya di cermin lalu tersenyum. Diraih tas berwarna tosca miliknya dan keluar kamar.
Di meja makan  hanya ada Ayah dan Rey yang sedang memakan nasi goreng buatan Bundanya, “Pagi, Yah” Sapa Vera sambil mengecup kening Ayahnya.
  “Pagi..” Ayahnya menjawab sambil masih asik membaca koran paginya.
Seorang wanita berwajah cantik keluar dari dapur, “Ver, nanti pulang sekolah kamu sama Rey beli makan siang ya. Bunda enggak dirumah nanti siang, ada acara di kantor Ayah.” Ucap Hesti, Bunda Vera.
Vera mengecup kening bundanya, “Gampanglah Bun, kalok aku sama Rey makan dikit aja udah kenyang.” Ucap Vera lalu duduk di kursi samping Rey.
  “Kamu gakpapa,Ver. Rey itu ntar kumat maag-nya” Nasihat Bunda Hesti.
  “Rey kan emang nyusahin, Bun” Ucap Vera sambil menyuap nasi gorengnya.
Ayah Vera, Bagus berdecak “Ck, Vera bicaranya..” Ayah Vera menasihati anak perempuannya.
  “Iya,iya Yaahh..” Vera hanya menjawab sekenanya.
Rey terkekeh, “Makanya,Kak jangan jahatin adikmu yang paling ganteng inilah. Banyak yang protes kan jadinya” Ucap Rey sambil membelakangkan rambut dikepalanya.
  “Hmm..” Vera menggumam.
Rey melajukan motornya menuju SMA Perdana, dibelakangknya Vera menggonceng. Setiap hari selalu begitu. Vera dan Rey berangkat bersamaan. Hal itu juga tidak membuat Vera atau Rey malu bila ada beberapa anak yang mengira mereka pacaran. Kadang mereka malah berkata atau lebih tepatnya mengenalkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih dihadapan orang-orang yang terlihat sinis dan sok tau terhadap mereka.
  “Thanks, Rey” Ucap Vera setelah turun didepan pos satpam.
Baru saja ia akan melangkahkan kaki, ia mendapati seseorang berdiri didepan pintu masuk. Dia mengenali dan sangat hafal siapa orang itu sekalipun jarak pos satpam dengan pintu masuk hampir sepuluh meter.
Vera menarik lengan Rey yang siap mengegas motornya, “Gue ikut lo ke parkiran aja deh, Rey” Vera membonceng lagi pada motor Rey.
  “He? Kenapa?” Rey tampak kebingungan dengan tingkah kakaknya yang satu ini.
 “Udah ayo buruan gak usah banyak tanya” Vera menjawab sambil memukul pundak Rey pelan tapi berkali-kali.
  Rey belum menuruti perintah kakaknya, matanya mencari sesuatu yang membuat kakaknya seperti itu, “Ooh..” Rey sudah mengerti kenapa, ia langsung mengegas motornya menuju parkiran melewati halaman SMA Perdana yang cukup luas dan tentunya melewati orang yang membuat Vera bertingkah aneh pagi ini.
Orang itu tersenyum miring, ia tau bahwa Vera baru saja melewatinya dengan alasan tak mau bertemu ia pagi ini. Itu sudah pasti.

  Lo udah nunggu gue, saatnya sekarang gue yang nunggu elo. Tapi cara kita beda, Vera. Beda. Batin orang itu lalu melangkah meninggalkan pintu masuk SMA Perdana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sewindu Bersama Bayang Semu

kan pernah aku bilang, jangan menunggu terlalu lama kan pernah aku bilang, jangan menjaga kepastian yang hampa kan pernah aku bilang, jang...