Tittle:
Puzzle – Saat Hati Dirangkai
Author:
Nurul Fauziah / @ziziphong
Genre:
Fiksi
##
*Jangan salahkan waktu saat kita
bertemu.
Bukan hanya kamu yang tak menginginkan
kita kembali, akupun juga.
Hanya saja, semakin waktu berjalan,
semakin juga aku mencintaimu kembali.
Datanglah apabila datang, pergilah
apabila kamu lelah.
Tetapi jangan datang untuk pergi
kembali, atau pergi untuk datang kembali.
Aku mencintaimu masa laluku.*
Seorang
gadis tengah duduk di balkon kamarnya di lantai dua, ia sedang asik menatap
langit yang menaburkan bintang-bintang. Bukan hal baru apabila ia menikmati
malam seperti ini meskipun udara dingin menerpa tubuh mungilnya yang berbalut
pakaian tidur. Udara dingin itu tak membuatnya ingin segera beranjak ke tempat
tidur yang sudah pasti lebih hangat didalam kamarnya. Dia masih ingin menikmati
malam hingga bintang-bintang yang ia lihat menghilang, jika ia bisa.
“Aku tau, akan ada hari dimana aku dan kamu
menjadi kita. Tetapi entah di masa apa..” Ucapnya lirih.
Tok!Tok!
Suara
pintu membuatnya tersadar dari ucapan demi ucapan yang dia rangkai dan ia
resapi sendiri, “Iya, masuk aja..” Ia sedikit berteriak tanpa ada niat untuk
beranjak meninggalkan keindahan langit malam ini.
“Kok belom tidur, kak?” Tanya seorang
laki-laki bertumbuh sedikit lebih tinggi dari sang pemilik kamar. Ia berjalan
masuk dan duduk di karpet kamar gadis itu.
Gadis
itu menengok, “Belom. Kenapa?” Gadis itu balik bertanya dan melangkah memasuki
kamarnya dan duduk di tempat tidurnya sambil menyingkirkan ponselnya yang
tergeletak sedari tadi ke meja kecil di samping tempat tidurnya.
“Gakpapa, Cuma pengen ke sini aja”
“Rey..”
Yang
di panggil mendongakkan kepalanya, “Ya?”
“Menurut lo, gue harus gimana?” Tanya gadis
itu tanpa memandang laki-laki yang sekarang berada dihadapannya. Gadis itu tau
bahwa laki-laki yang ada dihadapannya tau kemana topik yang diarahkan gadis
itu.
Laki-laki
yang dipanggil Rey menghela nafas, “Mau sampai kapan?” Bukannya menjawab,
laki-laki itu malah balik bertanya.
Gadis
pemilik kamar itu menggeleng, “Kenapa ya?” Ia bertanya lagi pada laki-laki itu
lagi.
Rey tersenyum, “Semua udah ada yang atur, kak.”
Jawabnya pada sang pemilik kamar yang tak lain tak bukan adalah kakak
perempuannya.
Suasana
hening. Kakak-beradik itu tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Tanpa
diberitahu, Rey sudah tau apa yang
menyebabkan kakak perempuannya itu melamun pada malam hari seperti ini. Vera,
gadis pemilik kamar yang sekarang sedang disinggahi Rey adalah gadis yang
sedang merasakan yang namanya dilema, antara melanjutkan semua yang sudah
berakhir atau mengakhiri yang sudah berakhir. Vera memang bukan kakak Rey
satu-satunya, Rey anak paling bungsu, mempunya tiga kakak. Kakak pertama dan
keduanya adalah kembar dan Vera adalah anak ketiga.
“Kalian ngapain?”Tanya seseorang sambil
bersender di pintu kamar Vera sambil membawa segelas air putih. Tubuhnya
langsing bak seorang model, rambutnya
pendek model bob dan mempunyai wajah yang cantik serta lesung pipi yang
membuatnya tampak manis apabila tersenyum.
Vera
dan Rey tersentak mendengar suara dari orang di pintu kamar Vera, membuat orang
yang sedang bersender di pintu kamar Vera mengernyitkan dahi.
“Kenapa sih kalian?” Orang itu bertanya
sambil memasuki kamar Vera dan duduk di tempat tidur Vera.
“Biasa, kak. Kak Vera galau-galau unyu gitu”
Ucap Rey sambil memasang muka sok unyu, kedua tangannya ditopangkan pada dagu
dan bibirnya di manyun kan.
Vera
melotot pada Rey yang mulutnya udah kayak ember bocor, “Nggak, kak! Bohong, Rey
tuh yang galau” Ucap Vera.
“Yaelah, hari gini masih pada galau?Sama!”
Ucap orang yang dipanggil Kak oleh Rey dan Vera tadi.
“Jadi Kak Ria juga galau?Ya ampun kenapa sih
cewek-cewek itu pada hobi galau? Kenapa? Kenapa Tuhan?!” Ucap Rey sok dramatis
dan menyebabkan sebuah bantal mendarat diwajahnya.
“Aduh!”Ia meringis kesakitan dan melihat dari
mana arah bantal itu berasal. Ternyata yang melempar adalah sesosok laki-laki
yang merasa tidurnya terganggu karena celotehan di kamar Vera.
“Berisik amat sih kalian! Nggosip malem-malem,
ati-ati gak tidur tenang ntar kalian” Ucap laki-laki itu dan ikut mengisi ruang
kamar Vera.
“Sapa juga yang nggosip,Sat” Ucap Ria saat
laki-laki itu duduk dikursi belajar Vera.
“Terus ngapain malem-malem gini ngumpul di
sini? Elu lagi Rey, inget lo tuh cowok mana jati diri lo sebagai cowok. Jangan
bikin gue sebagai kakak cowok lu jadi malu karena lo udah berubah jadi cewek
yang hobi banget nggosip”Cerocos Satria tanpa henti. Bagi dia, Rey adalah
sesosok adik yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan Vera sudah pasti menjadi
tanggung jawab Ria.
“Yaelah, Kak. Gue masih cowok kalik dan
sekalipun gue berubah jadi bencong pun pasti temen-temen cewek gue disekolah
masih ngejar-ngejar gue. Secara cowok paling ganteng seantero SMA Perdana itu
gue.” Rey mulai mengeluarkan kenarsisannya. Rey memang cowok yang oke punya.
Dia punya tubuh jangkung, tegap dan berkharisma. Sayangnya walau dia tampak
seperti pangeran tetap saja dia belum mempunyai gandengan yang menurutnya pas
untuk menyamakan langkah kakinya.
Satria
menoyor kepala Rey, “Sadar, woy! Sebelum lo masuk di SMA Perdana, gue juga
kayak lo. Lo tu cuma jiplakan gue versi baru. Not bad sih tapi tetep kece gue”
“Issh..”Ria mendesis mendengar kembarannya
–Satria- mulai menceritakan masa-masa SMA mereka. Ya, Satria dan Ria memang
kembar dan selalu satu sekolah. Ria masih ingat gimana temen-temen ceweknya
mendekati dia hanya untuk sekedar berkenalan dengan Satria.
“Ngapa
lo? Sirik ye?” Tanya Satria
“Kalok
gue sirik nape? Itu juga yang sekarang jadi pacar lo itu sahabat gue kalik.
Inget siapa yang ngejar, sahabat gue apa lo. Sok kegantengan lo!” Protes Ria
Vera
terkekeh melihat keributan kedua kakaknya dan adiknya, suasana kamar semperti
ini memang kerap terjadi. Ntah dikamar Vera, Ria atau kamar Satria dan Rey.
“Apa
lo, Ver ketawa-tawa. Jomblo aja ketawa-tawa”
“Ehem..”
Rey berdehem, protes mengingatkan Satria bahwa diruangan itu bukan hanya Vera
yang jomblo.
“Tuhkan apa gue bilang, dari anak ayah sama
bunda cuma gue yang paling laris, habis itu baru Ria. Kalian berdua tu..”Satria
berhenti bicara sembari memikirkan kalimat yang akan ia ucapkan, “udah di
takdirin jomblo” Lanjutnya.
“Sialan lo kak!” Vera melempar bantal ke arah
Satria. Satria hanya terkekeh melihat ekspresi Vera dan Rey yang memandangnya
dengan wajah killer.
“Terus
kalian ngapain pada ngumpul di sini kalok gak ngomongin orang alias nggosip?
Ngaku aja deh” Ucap Satria.
“Ada yang galau, Sat. Biasa kayaknya lagi kena
cinta monyet gitu” Ucap Ria sambil melirik kearah kedua adiknya. Rey tampak
santai sedangkan Vera agak terlihat canggung dilirik kakak perempuannya seperti
itu. Pasalnya, dia hanya biasa curhat dengan Rey dibanding kedua kakaknya.
Satria
mengernyitkan dahi, ikut melirik ke arah adik-adiknya, “Emang pada galau
kenapa, sih? Kalok Rey mah gak usah
ditanya, pasti gak jauh jauh dari si Sinta anak kelas lo itukan, dek?” Tanya
Satria memastikan bahwa benar nama yang ia sebut itu satu kelas dengan Rey.
“Iya, Sinta yang hatinya kayak malaikat
banget. Tapi kenapa harus galau gara-gara malaikat sebaik Sinta. Sinta mah gak
mungkin php-in aku.”
Satria
memutar bola matanya, berarti Vera ,
batinnya.
“Jadi elo Ver yang galau?” Tanya Satria pada
akhirnya.
Vera
masih bingung menanggapi pertanyaan Satria, “Gak galau sih, kak. Biasa aja
sebenernya. Kak Vera sama Rey aja yang lebe”
Vera menanggapi dengan datar.
“Lhoh! Kok aku di bilang lebay sih, Rey tuh
yang ceritanya heboh. Ya akukan gak tau kalok kamu gak galau, Ver” Ria
memprotes adik perempuannya dan menyalahkan adik laki-laki nya.
“Eh..kok..kok aku sih?” Rey ikut tak mau
disalahkan. Ia melihat Vera yang sedang memberi kode dengan matanya yang
artinya please, gak usah cerita ke mereka.
Rey menghela nafas, “Iyadeh aku ngaku. Bukan
Kak Vera yang galau, aku yang galau..”
Satria
langsung membenarkan duduknya, yang tadinya disamping Rey menjadi tepat didepan
Rey. Menutupi pandangan Ria dan membuat Ria memukul kepala Satria dengan
bantal, “Pala lo minggir!”
Rey
mulai bercerita, menceritakan sesuatu yang sebenarnya enggak pernah terjadi di
masalah percintaanya. Tokoh yang ia ceritakan juga tentang ia dan Sinta, idaman
hati dikelasnya.
“Gitu kak,ceritanya..”Ucap Rey mengakhiri
ceritanya.
Ria
manggut-manggut, “Jadi lo galau karena banyak saingannya ya, Rey?” Tanya Ria.
Rey mengangguk, “Yoi, kak”
“Tapi kok lo keliatan seneng sih punya
saingan. Malah gak keliatan kalok lo galau” Timpal Satria.
“Seneng? Aku emang seneng kak punya saingan,
berartikan aku gak salah pilih Sinta. Tapi aku galaunya karena sikap Sinta yang
baik itu, kan jadi susah bedain mana baik karena suka sama mana baik yang cuma
sekedar pengen temenan.” Curhat Rey seakan benar-benar mengalami hal itu.
Padahal sudah jelas Sinta lebih perhatian padanya, bahkan pernah ada teman
Sinta yang bilang, jika Sinta juga naksir Rey.
“Coba deh lo pura-pura jual mahal. Coba
beberapa hari lo gak perhatiin dia, kalok dia tetep perhatiin lo..Fix! Dia
mungkin ada hati sama lo!” Saran Ria.
Satria
berdecak, “Ck..basi amat sih cara lo Ri. Gini, lo langsung tembak aja dia.
Urusan diterima atau gak itu urusan belakangan. Toh kan lo bilang banyak yang
naksir lo, tinggal pilih satu cewek aja buat pelarian” Saran dari Satria
meluncur tanpa memikirkan bahwa ada dua makhluk bernama perempuan di kamar itu.
“Jahat banget sih lo, kak! Pikirin perasaan
cewek kalik. Masak iya jadiin pelarian. Anak orangg tuh, ntar kalok gak mau
sekolah gimana? Kalok ngadu ke ayah ibunya gimana?” Vera nyerocos mengomentari
saran Satria.
“Iya, pikir dong, Sat. Masih satu SMA tuh.
Ntar kalok labil terus bunuh diri kan keluarga kita juga ikut repot” Ria
bergidik ngeri membayangkannya.
Satria
menghela nafas, “Huuuf...Ya ampun Tuhan kenapa kau memberi hamba saudara
perempuan dengan tingkat ke-lebay-an diatas rata-rata begini. Hamba gak
sanggup,Tuhan.”Ucap Satria sambil mengadahkan tangan.
Rey
terkekeh, “Ini kenapa jadi pada lebay semua, sih. Aku yang ngalamin aja biasa
aja kok kalian malah kayak gini” Ucap Rey heran.
Perbincangan
dilanjutkan dengan saran-saran romantis ala Ria dan saran-saran ngeri ala
Satria. Kedua saudara kembar itu memang punya cara sendiri dalam memberi petuah
pada Rey ataupun Vera. Tetapi saran-saran itu hanyalah kedok agar adik-adiknya
tidak terlalu memikirkan masalah yang mereka hadapi. Bukan berarti membiarkan
masalah itu hadir tapi agar berpikir bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya.
“Udah nih, gak galau-galau lagikan sekarang?
Udah yok balik kamar masing-masing. Kasian Vera tuh udah kelas tiga bentar lagi
ujian pasti udah capek banget mikir” Ucap Ria sambil mengambilkan bantal yang
dilempar Vera tadi. Satria sudah keluar duluan sambil membawa gelas yang di
bawa Ria tadi. Ria membuka pintu kamarnya yang tepat berada di depan kamar Vera
dan menutupnya.
“Dah ya, Kak. Semuanya bakal baik-baik aja.
Aku ke kamar ya. Good night kak Vera sayang” Ucap Rey manis sambil menutup
pintu kamar Vera.
Keadaan
kamar Vera menjadi sunyi lagi sepeninggal kakak dan adiknya. Ia berjalan
menutup pintu balkon dan menutup gordennya. Ia membaringkan badan pada kasur
empuknya, dia mencoba memejamkan matanya walaupun masih terasa sulit.
“Selamat malam, sampai bertemu” Ucap Vera dan
terlelap dalam tidurnya.
--
“Hey, namaku Verania Allyska. Kamu bisa
panggil aku, Vera.” Vera mengulurkan tangan pada anak lelaki yang baru saja
duduk di kursi sampingnya.
Anak
laki-laki itu menoleh kearah Vera, tepatnya melihat uluran tangan Vera, “Radit”
Ucap anak laki-laki itu tanpa menjabat tangan Vera.
Vera
menarik pelan uluran tangannya, sombong
banget, pikirnya.
“Radit, selamat datang di SMP Mahakarya
semoga kamu betah dan dapat menyesuaikan diri dengan teman-temanmu ya” Ucap Pak
Pram, Wali kelas Vera sekaligus guru biologi.
Anak
baru itu, yang duduk disamping Vera yang bernama Radit hanya mengangguk dengan
senyum yang dibuat nampak seperti senyum bahagia.
Pak Pram lalu keluar dari kelas, kebetulan
kelas Vera sedang kosong. Bu Hana yang seharusnya mengajar berhalangan hadir
karena semalam anaknya masuk rumah sakit. Alhasil membuat kelas Vera menjadi
gaduh, beberapa anak-anak sudah keluar kelas, sebagian anak cewek menggerombol
sambil membaca majalah yang dibawa salah satu dari mereka, dan yang lainnya
menuju tempat duduk Vera. Bukan, bukan tempat duduk Vera tetapi Radit.
“Hai, bro. Salam kenal yeeh” Ucap salah satu
anak laki-laki sambil membentuk tangannya menjadi metal.
“Apaan sih, Rik. Hai aku Marsya, kamu bisa
panggil aku Shasa. Kalok ini namanya Riko. Dia emang agak gila” Gadis berkucir
kuda memperkenalkan dirinya dan anak laki-laki yang menyapa Radit tadi.
Riko
mendesis, “Ish..Gue gak gila. Lo tuh
cewek centil! Dit, lo jangan sampek jatuh cinta sama Shasa ya. Dia playgirl”Riko balik ‘memperkenalkan’
Shasa.
Shasa
memukul bahu Riko dengan penggaris yang dibawanya, “Enak aja! Lo tuh yang playboy”
Ucap Shasa.
Radit
hanya menatap calon teman sekelasnya itu dengan tatapan datar. Dia benar-benar
tak punya minat bersekolah ditempat ini, sekalipun memang sekolah ini
sepertinya lebih elite daripada
sekolah lamanya.
Vera berdiri dari tempat duduknya, lalu pergi
keluar kelas. Ia merasa risih melihat tingkah laku Riko dan Shasa yang memang
sudah di cap cowok dan cewek paling bawel di kelas. Vera memilih pergi ke UKS
dan membaca novel yang ia bawa dari rumah.
“Jadi lo pindahan dari SMP mana, Dit?” Riko
bertanya pada Radit setelah Shasa akhirnya pergi dari mereka.
“Abadi” Ucap Radit datar. Membuat Riko
mengernyitkan dahinya.
“UKS disebelah mana ya?” Tanya Radit
tiba-tiba
Riko
baru saja akan menawarkan mengantar tetapi ia merasa Radit sedang tidak ingin
di ganggu, “Keluar kelas, ke kiri ikutin aja koridor nanti ada belokan ke
kiri.” Jelas Riko.
Radit
berterimakasih lalu keluar dari kelas, “Bisa gila gue lama-lama sekolah disini.
Anaknya aneh semua. Abnormal! Gila!” Radit ngedumel selama perjalanannya menuju
UKS.
Pintu UKS itu sedikit terbuka, Radit
membukanya perlahan. Ada seseorang didalamnya, “Radit?” Ucap orang itu membuat
Radit mengurungkan niatnya untuk masuk dan menutup pintu. Tetapi orang itu
lebih cepat untuk menahan pintu UKS tertutup.
“Kamu sakit?” Orang itu bertanya namun seakan
bertanya kamu bisa sakit?
Radit
menggeleng dan segera beranjak dari hadapan Vera, “Terus ngapain?” Vera menarik
lengan Radit dan membuat Radit tetap berada dihadapannya.
Radit
merutuki hari pertamanya masuk di SMP
Mahakarya dan harus bertemu makhluk aneh di SMP ini termasuk Vera,
“Lepasin, Ver” Radit menarik tangannya yang dicengkram Vera.
“Bukan urusanmu jugakan aku mau ngapain.”
Vera
tercengang. Bukan, bukan karena Radit bicara seperti itu, tapi lebih ke Radit
mengetahui bahwa namanya adalah Vera. Berarti perkenalan di kelas tadi tidak
sia-sia bagi Vera. Mimik muka Vera berubah, “Ya bukan sih..” Ucap Vera.
“Yaudah. Toh, ngapain juga kamu di UKS baca
novel. Kalok ada yang sakit gimana? Baca kok di UKS. Emang di sekolah ini gak
ada yang namanya perpustakaan..” Radit mulai merendahkan sekolah barunya
tersebut.
Vera
mengernyitkan dahi, ia bingung kenapa Radit terlihat tak nyaman bersekolah di
sini, “Aku kasih tau ya, Radit. Sekolah ini punya perpus dan alasan kenapa aku
nggak baca di perpus adalah karena perpus lagi di pake sama anak kelas lain buat pembelajaran. Terus kalok ada yang
sakit aku tinggal pergi aja, simpel kan. Lagipula kalau kamu yang sakit, kamu
gak akan masuk UKS ini” Vera menjelaskan dengan enteng.
Radit
lalu mengernyitkan dahinya, “Kenapa? Inikan UKS dan emang tempat orang sakit.
Kenapa aku gak boleh disini kalok emang aku sakit?” Radit bertanya seolah-olah
dia harus benar berada disini sekarang, dengan atau tidak dengan alasan sakit.
“Tuh
liat!” Vera mengacungkan jari telunjuknya mengarah ke atas, ke sebuah papan
yang berada diatas Radit, “Ini UKS cewek” Ucapnya datar.
Bodohnya kamu, Dit. Radit
mengumpat dalam hati.
“Oh..” Radit menanggapi dengan ekspresi tak
kalah datar seakan dirinya tak melakukan kesalahan apapun.
Vera berkacak pinggang, “Jadi aku beritahu ya,
Radit. Sekolah ini UKS cewek dan cowoknya dipisah. UKS cowok ada dibelakang
ruang UKS cewek. So, kamu gak bisa
masuk UKS ini kecuali kamu menobatkan diri menjadi cewek” Vera mengucapkan
semua kalimatnya membelakangi Radit, ia sedikit terkekeh karena ia tau Radit
pasti malu sekali.
Teeeett..Teeeet!
Vera
membalikkan badannya dan masih mendapati Radit masih dibelakangnya, ia berjalan
mendekati Radit, “Minggir aku mau istirahat..” Vera keluar dari UKS dan sedikit
menyenggol lengan Radit, “Makanya jangan sok
tau.” Ucap Vera lirih tepat di telinga Radit.
Radit
masih terpaku di depan ruang UKS, tangannya mengepal, “Tunggu pembalasan gue,
Ver” Ucapnya pada dirinya sendiri lalu meninggalkan tempat itu.
--
Vera
bangun dari tidurnya, lagi-lagi ia memimpikan masa lalunya bersama Radit. Orang
yang sudah hampir empat tahun mengisi celah di hatinya. Radit, yang waktu itu
adalah siswa baru kelas dua SMP Mahakarya yang sekaligus menjadi teman bangku Vera
selama kelas dua. Mantan kekasih Vera setelah menjalani hubungan selama hampir
dua tahun.
“Kak Ver..” Seseorang dari luar yang tak lain
adalah Rey mengetuk pintu kamar Vera.
“Ya, Rey. Aku udah bangun” Vera menyahut dari
balik kamar. Setelah itu terdengar suara langkah kaki menjauh dari kamar Vera.
Vera
menghela nafas berat. Ia turun dari tempat tidur dan merapikannya. Langkahnya
terseok menuju kamar mandi yang berada di pojok ruangan kamarnya. Kamar Vera
cukup besar. Awalnya kamar itu untuk Ria yang sudah menyandang status
mahasisiwi tapi Vera merasa kamar dengan kamar mandi itu terlihat sempit.
Air
shower yang diatur Vera hangat membasahi tubuhnya. Seakan-akan rasa lelah ikut
mengalir kebawah bersama sabun yang dipakai Vera. Vera mengambil shampo dan memakaikannya pada rambut
sebahu berwarna sedikit kecoklatan miliknya.
Vera
mengambil hairdryer miliknya dan
mulai mengeringkan rambutnya. Seragam putih abu-abu sudah rapi dipakainya.
Selesai mengeringkan rambut ia menyisir dan menguncir kuda rambut miliknya dan
menyisakan bagian depan untuk poni. Dia melihat pantulan dirinya di cermin lalu
tersenyum. Diraih tas berwarna tosca miliknya
dan keluar kamar.
Di
meja makan hanya ada Ayah dan Rey yang
sedang memakan nasi goreng buatan Bundanya, “Pagi, Yah” Sapa Vera sambil
mengecup kening Ayahnya.
“Pagi..” Ayahnya menjawab sambil masih asik
membaca koran paginya.
Seorang
wanita berwajah cantik keluar dari dapur, “Ver, nanti pulang sekolah kamu sama
Rey beli makan siang ya. Bunda enggak dirumah nanti siang, ada acara di kantor
Ayah.” Ucap Hesti, Bunda Vera.
Vera
mengecup kening bundanya, “Gampanglah Bun, kalok aku sama Rey makan dikit aja
udah kenyang.” Ucap Vera lalu duduk di kursi samping Rey.
“Kamu gakpapa,Ver. Rey itu ntar kumat maag-nya” Nasihat Bunda
Hesti.
“Rey kan emang nyusahin, Bun” Ucap Vera
sambil menyuap nasi gorengnya.
Ayah
Vera, Bagus berdecak “Ck, Vera bicaranya..” Ayah Vera menasihati anak
perempuannya.
“Iya,iya Yaahh..” Vera hanya menjawab
sekenanya.
Rey
terkekeh, “Makanya,Kak jangan jahatin adikmu yang paling ganteng inilah. Banyak
yang protes kan jadinya” Ucap Rey sambil membelakangkan rambut dikepalanya.
“Hmm..” Vera menggumam.
Rey
melajukan motornya menuju SMA Perdana, dibelakangknya Vera menggonceng. Setiap
hari selalu begitu. Vera dan Rey berangkat bersamaan. Hal itu juga tidak
membuat Vera atau Rey malu bila ada beberapa anak yang mengira mereka pacaran.
Kadang mereka malah berkata atau lebih tepatnya mengenalkan bahwa mereka adalah
sepasang kekasih dihadapan orang-orang yang terlihat sinis dan sok tau terhadap mereka.
“Thanks, Rey” Ucap Vera setelah turun didepan
pos satpam.
Baru
saja ia akan melangkahkan kaki, ia mendapati seseorang berdiri didepan pintu
masuk. Dia mengenali dan sangat hafal siapa orang itu sekalipun jarak pos
satpam dengan pintu masuk hampir sepuluh meter.
Vera
menarik lengan Rey yang siap mengegas motornya, “Gue ikut lo ke parkiran aja
deh, Rey” Vera membonceng lagi pada motor Rey.
“He? Kenapa?” Rey tampak kebingungan dengan
tingkah kakaknya yang satu ini.
“Udah ayo buruan gak usah banyak tanya” Vera
menjawab sambil memukul pundak Rey pelan tapi berkali-kali.
Rey belum menuruti perintah kakaknya, matanya
mencari sesuatu yang membuat kakaknya seperti itu, “Ooh..” Rey sudah mengerti
kenapa, ia langsung mengegas motornya menuju parkiran melewati halaman SMA
Perdana yang cukup luas dan tentunya melewati orang yang membuat Vera
bertingkah aneh pagi ini.
Orang
itu tersenyum miring, ia tau bahwa Vera baru saja melewatinya dengan alasan tak
mau bertemu ia pagi ini. Itu sudah pasti.
Lo udah
nunggu gue, saatnya sekarang gue yang nunggu elo. Tapi cara kita beda, Vera.
Beda. Batin orang itu lalu melangkah meninggalkan pintu masuk SMA Perdana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar